Kisah Seorang Pramugari
Puaskah kita dengan kehidupan kita saat ini? Pernahkah kita merenungkan arti pekerjaan kita untuk orang lain? Bila belum, berikut ini ada cerita catatan seorang pramugari
--- True Story ---
Mudah mudahan kisah nyata ini bisa menjadi renungan dan motivasi bagi kita semua untuk mendapatkan inspirasi seperti pramugari ini. Semoga Bermanfaat..
--- True Story ---
Mudah mudahan kisah nyata ini bisa menjadi renungan dan motivasi bagi kita semua untuk mendapatkan inspirasi seperti pramugari ini. Semoga Bermanfaat..
Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan
perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang
mengesankan. Setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang
monoton.
Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat
perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang
sangat penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah
karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya. Pada saat itu saya yang
berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang.
Kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang
dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati
baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak
dan kaku di tempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.
Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan
menolak. Kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat
duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang,
menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang ditempat
duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit,
dengan suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut
apakah di pesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam
pesawat.
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh
seorang pramugara mengantar dia ke toilet.
Pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke
penumpang di sebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami
meletakan segelas minuman teh di meja dia. Ternyata gerakan kami
mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan "tidak usah, tidak usah."
Kami mengatakan, "Engkau sudah haus, minumlah," Pada saat itu dengan
spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada
kami. Kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya. Katanya
saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada
penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu
kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki
sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat
sedikit, hanya dapat meminta minuman kepada penjual makanan dipinggir jalan.
Itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum
secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik. Putra
sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di
Peking. Anak sulung yang bekerja di kota pernah menjemput kedua orang tuanya
untuk tinggal bersama di kota, tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa
tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa.
Kali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking. Anak
sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga
membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking.
Tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat
mahal. Dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui
anaknya, dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak
bungsunya.
Ketika melewati pemeriksaan keamanan di bandara, dia disuruh menitipkan karung
tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika
ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan
ubi yang sudah hancur.
Akhirnya kami membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat
duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakkan karung tersebut.
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu
membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau
makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar.
Saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada
kantongan kecil, dan meminta saya meletakkan makanannya di kantong tersebut.
Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia
ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya. Kami semua sangat kaget. Menurut
kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa, dimata seorang desa
menjadi begitu berharga.
Dengan menahan lapar, disisihkannya makanan tersebut demi anaknya, dengan
terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan
kepada penumpang ditaruh di dalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada
kakek tersebut.
Tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian
dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri. Perbuatan
yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa
menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir
berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat,
Sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan
seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami, mengucapkan terima
kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang
paling baik yang dijumpai.
"Kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang
begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina
terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu bagaimana
mengucapkan terima kasih kepada kalian. Semoga Tuhan membalas kebaikan
kalian."
Dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan
terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang bekerja di lapangan
membantunya keluar dari lapangan terbang.
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya
jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain. Tetapi belum pernah
kami menjumpai orang yang menyembah kami. Kami hanya menjalankan tugas kami
dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan, hanya menyajikan
minuman dan makanan. Tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai
menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang
berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta,
dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya.
Perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang
sangat berharga buat saya di masa datang, yaitu jangan memandang orang dari
penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa
yang kita dapat.
0 comments: